EVIL DOES NOT EXIST REVIEW: KESEIMBANGAN ALAM MELAWAN KAPITALISME

0 Comments



“Evil Does Not Exist” merupakan film terbaru dari sutradara Jepang, Ryusuke Hamaguchi. Pada 2021, Hamaguchi sempat naik pamor di skena film internasional berkat film dramanya, “Drive My Car”, film Jepang pertama yang masuk nominasi Best Picture Oscar.

Sedikit berbeda dengan film drama melankolis tersebut, “Evil Does Not Exist” adalah film drama yang mengangkat isu lingkungan dan kapitalisme. Film ini memiliki kemasan yang seimbang nuansa antara ketenangan yang damai dan ketegangan yang menghantui.

Kisah berlatar di desa Mizubiki, kota kecil yang masih didominasi oleh keindahan alam meskipun jaraknya tidak jauh dari Tokyo. Hal tersebut rupanya membuat agen pengembangan dari Tokyo hendak membangun lokasi glamping komersil di desa tersebut. Namun bagi kebanyakan penduduk desa termasuk Takumi (Hitoshi Omika), pekerja serabutan yang sangat memahami Mizubiki, rencana pengembangan glamping tersebut berpotensi mengusik keseimbangan ekosistem di desa Mizubiki.

“Evil Does Not Exist” adalah film yang dibintangi oleh aktor-aktor Jepang non-profesional, namun telah mengantongi banyak penghargaan mulai dari Jury Grand Prize di Asia Pacific Screen Awards dan Venice Film Festival pada 2023.

Evil Does Not Exist

Kota Kecil yang Harmonis Melawan Pengembang Glamping Kapitalis

Konflik utama dalam “Evil Does Not Exist” adalah pertentangan antara idealisme penduduk desa Mizubiki dengan perusahaan pengembang, Playmode dari Tokyo yang hendak membangun lokasi glamping. Takumi adalah pekerja serabutan di desa tersebut, namun diakui sebagai warga lokal yang serba bisa dan sangat memahami desa tersebut, menjadi protagonis yang mewakili desa Mizubiki.

Sementara Playmode mengirim dua perwakilannya, Takahashi (Ryuji Kosaka) dan Mayuzumi (Ayaka Shibutani) untuk menyampaikan rencana pengembangan glamping yang akhirnya lebih banyak menimbulkan pertanyaan dengan jawaban tidak pasti dan pertentangan pada warga.

Konflik Utama alam cerita disajikan pada satu adegan padat pertemuan antara kedua pihak dalam acara presentasi dan diskusi. Eksekusinya tidak dibuat terlalu dramatis, bahkan sangat natural dan realistis seperti dokumenter. Ryusuke Hamaguchi yang juga penulis naskah, tampaknya lebih menitik beratkan pada isu dan konflik daripada dramatisir untuk filmnya kali ini. Meskipun ini film fiksi, konflik yang dibicarakan bisa kita lihat perlu diberi perhatian di kenyataan.

Pihak Playmode ingin segera mengeksekusi pembangunan glamping karena mengejar subsidi. Namun penduduk khawatir dengan perencanaan lokasi dan sistem pembuangan yang harus diperbaiki. Pertama, karena lokasinya berada di habitat rusa hutan. Kedua, sistem pembuangan yang dikhawatirkan mencemari air di sungai, dimana sungai tersebut adalah sumber air bersih untuk warga Mizubiki yang sangat berharga.

Evil Does Not Exist

Film yang Tenang, Mengandung Muatan Filosofi dan Menantang Analisa Penonton

“Evil Does Not Exist” adalah film drama yang filosofis dan akan melahirkan banyak pemikiran berlajut setelah filmnya berakhir. Eksekusi plot dan narasinya termasuk slow burn dan subtil. Ini jenis film drama yang membutuhkan perhatian ekstra dari penontonnya, bisa jadi membosankan pada babak pertama bagi penonton yang tidak terlalu menikmati film dengan konsep demikian. Ending dari film ini juga tipe ending yang bakal membutuhkan penjelasan dan interpretasi berlanjut untuk dipahami.

Babak pertama “Evil Does Not Exist” dimulai dengan intro yang cukup panjang dengan musik latar yang menjadi salah satu elemen penting dalam film ini kedepannya. Kemudian dilanjutkan dengan sekuen kehidupan sehari-hari Takumi bersama putrinya yang sangat dekat dengan alam, serta kehidupan penduduk desa Mizubiki.

Baru pada babak kedua, babak paling penting, diisi dengan forum diskusi antara warga desa dan perusahaan pengembang. Sementara babak terakhir adalah persimpangan antara kedua pihak dengan subjek yang lebih personal; yaitu interaksi antara Takumi dengan Takahashi yang meromantisasi kehidupan di desa, bersama rekan kerjanya, Mayuzumi.

Selain tema lingkungan dan kapitalisme, interaksi yang lebih personal antar karakter dalam kisah ini juga mengekspos kontrasnya penduduk desa dan masyarakat kota. Serta eksplorasi reaksi berantai yang akan menimbulkan insting alami dari makhluk hidup, daripada sekadar didasari oleh motivasi yang jahat.

Penjelasan Ending “Evil Does Not Exist”

(Spoiler Alert!) Ada satu percakapan antara Takumi dan Mayuzumi tentang rusa yang tinggal di desa mereka. Takumi memberitahu bahwa mereka memilih lokasi yang merupakan habitat rusa. Mayuzumi kemudian mempertanyakan resiko dari fakta tersebut,Takumi kemudian menjelaskan bahwa rusa tidak akan menyerang manusia kecuali mereka terluka, sebagai sikap bertahan hidup atau melindungi anaknya.

Ketika Mayuzumi berpendapat ini bisa menjadi kesempatan bagi pengunjung untuk berinteraksi dengan rusa, Takumi menyebutkan rusa tidak untuk disentuh karena membawa penyakit. Lalu Takahashi berpikir bahwa rusanya akan pergi dari lokasi tersebut dengan sendirinya setelah lokasi glamping dibangun. Takumi pun membalas, “Mereka mau pergi kemana?”.

Interaksi ini memperlihatkan bagaimana Takahashi dan Mayuzumi dari kota tidak memahami desa yang hendak mereka kembangkan. Berpikir mereka bukan pihak jahat di sini, namun hanya ingin mengembangan potensi terbaik dari desa Mizubiki. Bahkan mulai menunjukan kecintaan kepada kehidupan di desa dalam kunjungan singkat mereka. Namun pengetahuan mereka masih sangat dangkal tentang kehidupan desa yang mereka romantisasi. Ini juga bersingungan dengan esensi ‘glamping’ yang sedang mereka usahakan.

Begitu pula dengan Takumi yang akhirnya menyerang Takahashi setelah menemukan putrinya yang tidak bernyawa. Sejak awal, Takumi diperlihatkan pelupa, kerap lupa menjeput putrinya dari sekolah. Pada babak terakhir, seandainya Takumi tidak terdistraksi oleh kehadiran Takahashi dan Mayuzumi, ia tidak akan telat menjeput putrinya yang akhirnya bermain di hutan sendirian.

Takumi tidak menyerang Takahashi karena jahat, namun karena ia terluka setelah menemukan anaknya yang tidak bernyawa. Sama seperti induk rusa yang menyerang putri Takumi karena memiliki luka tembak dan hendak melindungi anaknya. Pada akhirnya, setiap pihak dalam kisah ini mungkin melakukan tindakan jahat, padahal tidak dari mereka yang sebetulnya memiliki motivasi jahat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts