TWILIGHT OF WARRIORS: WALLED IN REVIEW – NOSTALGIA LAGA CHINA BERLATAR DI KOWLOON 80AN

0 Comments



“Twilight of the Warriors: Walled in” adalah film yang disutradarai oleh Soi Cheang. Belatar pada era 1980an di Kowloon, film drama laga ini mengisahkan seorang imigran gelap bernama Chan Lok Kwan (Raymond Lam) yang masuk ke Kota Bertembok Kowloon.

Kowloon pada masa ini dipimpin oleh Cyclone (Louis Koo), pemimpin gangster yang adil di kota bertembok yang memberikan “keamanan” untuk para kelompok gang, mafia, dan orang-orang terbuang yang tidak memiliki izin tinggal di Hong Kong.

Untuk mengusahakan kehidupan yang lebih baik, Lok Kwan menyambung hidup sekaligus mengumpulkan uang dengan bertarung. Dimana akhirnya membuat Lok Kwan terlibat dengan mafia licik, Mr. Bing (Sammo Kam-Bo Hung).

“Twilight of the Warriors: Walled in” merupakan film China neo-noir, mengingatkan kita kembali pada tren film-film Taiwan pada era 2000an. Pada era tersebut, film-film seperti “Kung Fu Hustle”, “Shaolin Soccer”, hingga “Yip Man” sukses di Hong Kong. Begitu pula ‘Twilight of the Warriors’ kini menjadi film dengan penghasilan tertinggi di Hong Kong (pada hitungan Juli 2024).

Nostalgia Kowloon dan Adaptasi Sejarah pada Latar

Latar “Twilight of the Warriors: Walled in” merupakan adaptasi dari sejarah Kota Bertembok Kowloon yang pernah ada di Hong Kong hingga 1993 diakhiri oleh pemerintahan. Pada masanya, Kowloon memang menjadi sarang kriminalitas tanpa aturan yang mengontrol penduduknya.

Menjadi materi sejarah yang terdengar seperti fiksi dystopian, namun nyata dan relevan bagi masyarakat Hong Kong. Pemilihan latar ini yang membuat film ini dianggap mendekati realita oleh penonton dari negaranya. Sekaligus memberikan kita gambaran luas tentang sejarah Kota Bertembok Kowloon yang menarik.

Materi sejarah tersebut pun direalisasikan dengan maksimal untuk desain produksi ‘Twilight of the Warriors’. Mulai dari latar lokasi pemukiman Kowloon yang terkenal padat dan kumuh pada masanya. Kemudian didramatisir dengan tata rias dan tata busana untuk memberikan dimensi pada setiap karakter dan mendukung visual yang lebih memikat. Kalau soal sinematografi, film ini memiliki style yang mengingatkan kita pada “Kung Fu Hustle”.

Twilight of Warriors: Walled in

Padat Aksi Laga Dramatis dan Menegangkan

Buat para penggemar film laga penuh penampilan martial art dan pertarungan epik, ‘Twilight of the Warriors’ dijamin akan memuaskan visual. Showcase pertarungan kung fu sangat mendominasi setiap adegan, nyaris bertubi-tubi.

Jangan lewatkan aksi aktor Hong Kong Raymond Lam dan Louis Koo yang memang terkenal dengan penampilan dalam berbagai film laga. Kalau memang tidak muda bosan dengan adegan bertarung, mungkin tidak akan mudah bosan dengan berbagai aksi laga dalam film ini. Karena presentasinya juga cukup variatif dengan berbagai arahan koreografinya.

Namun bukan adegan laga seperti film-film Hollywood, buat yang familiar dengan film laga Mandarin, harusnya sudah tidak kaget lagi dengan adegan laga yang hiperbola. Ada banyak adegan pertarungan brutal yang secara logika tidak masuk akal.

Film laga Mandarin seperti ini memang kerap mekesampingkan logika, yang berhasil ditutupi dengan arahan menyenangkan dan keseruan adegannya. Karena ketika batasan logika diterobos, kesenangan dan ketegangan akan terus belanjut.

Perkembangan Karakter Kurang Maksimal

Laga sudah maksimal, desain produksi sudah totalitas. Salah satu kekurangan “Twilight of the Warriors: Walled in” adalah penokohan dan perkembangan karakter. Kebanyakan karakter hanya memikat secara visual dan aksi, namun kedalaman penokohannya masih kurang maksimal.

Film dengan durasi 2 jam lebih ini hanya didominasi aksi bertarung dan bertengkar. Dari perspektif naskah, pertarungan yang terlalu banyak bisa jadi cukup memakan terlalu banyak durasi film. Dalam film neo-noir, karakter penjahat utama memiliki peran tak kalah penting dengan protagonisnya. Penjahat dalam film ini kurang dieksplorasi padahal memiliki peran yang besar dalam plot twist dalam ceritanya.

Selain karakter penting yang terlambat dieksplorasi kedalaman tokohnya, ada pun karakter penting lain yang meninggalkan cerita terlalu cepat. Film ini terlalu sibuk dan mungkin terlalu bersemangat untuk menyajikan laga terbaik, hingga lupa mengembangkan lagi naskah dan setiap karakter yang tak boleh dianggap remeh dalam film laga sekali pun.

Secara keseluruhan, “Twilight of the Warriors: Walled in” membawa kita kembali pada era film laga Mandarin yang dramatis dan memikat secara visual, namun masih lemah dalam naskah dan penulisan karakternya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts